Tuesday, May 7, 2013

KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN, “SEJARAH YANG BERULANG”


oleh : Irwan Lovadi
(editing: Redaksi Buletin Entuyut) 

Masih ingat dengan kejadian sepuluh tahun yang lalu tepatnya tahun 1998 ketika kebakaran hutan melanda sebagian wilayah Indonesia khususnya Sumatera dan Kalimantan?

Pemadaman kebakaran hutan dan lahan
“Sudah 284.758 Ha Hutan Terbakar di Kaltim” (Kompas, 17 April 1998)

“Di awal musim kemarau, peningkatan jumlah kejadian kebakaran hutan mulai terdeteksi di Riau dan Kalimantan; peningkatan kabut asap dapat mengganggu transportasi udara di wilayah sekitar dan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura” (The Jakarta Post, 28 Mei 2003)

“Titik api (hot spot) akibat terbakarnya hutan dan lahan baik yang disengaja maupun tidak kembali bermunculan di sejumlah kabupaten/kota di Provinsi Riau” (Kompas, 12 Februari 2008)

Masih ingat dengan kejadian sepuluh tahun yang lalu tepatnya tahun 1998 ketika kebakaran hutan melanda sebagian wilayah Indonesia khususnya Sumatera dan Kalimantan? Kabut asap menutupi kota-kota di Sumatera dan Kalimantan, dan bahkan sempat mengganggu jadwal penerbangan pesawat dari negara tetangga contohnya Malaysia dan Singapura. Anggota masyarakat yang daerahnya mengalami kebakaran hutan dan lahan silih berganti mengunjungi rumah sakit karena alasan gangguan saluran pernafasan atas. Kebakaran juga menyisakan hutan menjadi lahan terbuka dan menambah laju pengurangan tutupan hutan yang ada. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) memperkirakan bahwa paling tidak 383.000 hektar hutan dataran rendah di Sumatera dilanda kebakaran sepanjang tahun 1997 dan 1998. Kebakaran hutan di Kalimantan bahkan lebih parah lagi. Lebih dari dua juta hektar hutan habis dilalap si jago merah. Kerugian ekonomi yang ditimbulkan juga sangat besar. Harian The Jakarta Post pada bulan April 1998, misalnya, memperoleh data kerugian ekonomi akibat kebakaran hutan di Indonesia sebesar Rp 8,27 triliun.
Lima tahun kemudian, sejarah kabut asap yang menyelimuti sebagian wilayah Indonesia kembali terulang. Sebagian warga masyarakat kembali mendatangi rumah sakit dan klinik karena Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) yang mereka derita. Habitat satwa seperti orangutan, gajah dan burung enggang terus berkurang. Lebih lanjut, fenomena ini kembali mencoreng wajah bangsa ini. Beberapa kota di negara tetangga kembali diselimuti kabut asap kiriman dari di Indonesia.
Awal tahun 2008, kebakaran hutan dan lahan kembali terjadi. Kabut asap mulai bergerak meliputi beberapa kota di Indonesia seperti Pekanbaru, Jambi dan Pontianak. Dampaknya pada manusia mulai terlihat. Dari data Unit Pengobatan Penyakit Paru-paru (UP4) Kalimantan Barat di Pontianak yang dilansir oleh situs Kompas pada tanggal 22 Januari 2008 terungkapkan bahwa telah terjadi peningkatan jumlah penderita ISPA di Kota Pontianak. Pada minggu kedua di bulan Januari, jumlah penderita tercatat sebanyak 153 orang. Namun, pada pekan berikutnya jumlahnya meningkat menjadi 211 orang. Kerugian yang diderita oleh sebagian masyarakat Indonesia tidak hanya sampai disitu. Tutupan hutan hujan tropis yang menjadi kebanggan bangsa akan semakin berkurang. Berbagai jenis tumbuhan dan satwa juga terancam kehilangan “tempat tinggal” alaminya.

Faktor Penyebab
Kebakaran hutan dan lahan dalam satu dekade terakhir disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor itu antara lain:
 1. Gejala El-Nino yang hebat
fenomena ini memicu terjadinya kemarau panjang yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kebakaran hutan. Gejala El-nino merupakan salah satu penyebab parahnya kebakaran hutan yang terjadi pada periode 1997 dan 1998. Gejala El-nino sendiri merupakan kondisi iklim yang tidak normal yang dicirikan dengan naiknya temperatur permukaan air laut di Samudra Pasifik. Kondisi iklim yang abnormal ini dapat memicu peningkatan curah hujan yang dapat menyebabkan banjir hebat atau kemarau yang berkepanjangan.
2. Sikap tidak mengindahkan peringatan pemerintah
Forest Watch Indonesia melalui buku Potret Keadaan Hutan Indonesia yang dipublikasikan pada tahun 2003 menyebutkan bahwa pemerintah Indonesia melalui Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup telah memperingatkan akan dampak dari kemarau panjang yang dapat memicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Namun demikian, peringatan tersebut tidak diindahkan. Aktivitas pembakaran hutan dan lahan terus berlanjut, khususnya di Sumatera dan Kalimantan. Pembakaran hutan dan lahan merupakan salah satu opsi yang paling sering diambil untuk membuka lahan karena hemat biaya. Sebagian perusahaan perkebunan dan Hutan Tanaman Industri diduga juga pernah menggunakan cara ini sebagaimana yang dilansir oleh harian the Jakarta Post pada tanggal 9 Juni 2004
3. Lemahnya penegakan hukum bagi para aktor pembakaran hutan
Walaupun perangkat hukum yang mengatur tentang pelarangan dan penegakan hukum dibidang kebakaran hutan sudah tersedia, penerapannya di lapangan masih jauh dari harapan. Para pelaku pembakaran hutan masih bisa lolos dari jeratan hukum. Hal ini pada akhirnya menyebabkan para pelaku tidak takut untuk membuka hutan atau lahan dengan cara membakar. Padahal, Undang-undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan pasal 50 ayat 3 butir d dengan tegas menyatakan bahwa “setiap orang dilarang membakar hutan” dengan sanksi yang sudah diatur dalam pasal 78 ayat 3 dan 4.

Berbagai Upaya
Berbagai upaya untuk mencegah dan mengendalikan kebakaran hutan dan lahan sebenarnya telah dilakukan oleh pemerintah pusat melalui Unit Pelaksana Teknis  (UPT) Departemen Kehutanan, seperti Balai Konservasi Sumber Daya Alam, dan juga pemerintah daerah melalui beberapa instansi terkait, misalnya Dinas Kehutanan atau Perkebunan Propinsi dan Kabupaten/Kota. Beberapa upaya yang telah dilakukan misalnya pembentukan Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, pemberian pelatihan bagi anggota brigade, penyuluhan kepada anggota masyarakat, pemetaan lokasi rawan kebakaran, patroli kebakaran hutan dan lahan dan operasi pemadaman.
Namun, upaya yang telah dilakukan di atas ternyata belum memberikan hasil yang maksimal khususnya untuk kebakaran lahan yang sering terulang kembali setiap tahunnya. Berdasarkan data dari Sekretariat Brigade Kebakaran Hutan dan Lahan Manggala Agni Kalimantan Barat terungkap bahwa kebakaran pada tahun 2007 paling sering terjadi di lahan. Kebiasaan sebagian anggota masyarakat yang menggunakan api untuk membuka dan mengolah lahan dianggap yang paling bertanggungjawab dalam menyebabkan kebakaran lahan tersebut.
Kebakaran lahan sebenarnya dapat dicegah jika : (1) semua komponen masyarakat termasuk pemilik lahan perkebunan bersedia untuk tidak menerapkan praktek-praktek pembukaan dan pengolahan lahan dengan menggunakan api, (2) pemerintah mendorong tercetusnya berbagai macam alternatif pola pembukaan dan pengolahan lahan yang murah dan berhasilguna (3) kegiatan pemantauan lokasi rawan kebakaran berjalan dengan baik. Apabila ketiga prasyarat tersebut terpenuhi, kejadian kebakaran hutan dan lahan dapat dicegah dan dikendalikan dengan operasi pemadaman yang melibatkan pemerintah dan anggota masyarakat.

No comments:

Post a Comment