Sunday, August 31, 2014

SPORC BEKANTAN TANGKAP PELAKU PEMILIK SPESIMEN ORANGUTAN

oleh : Sy. Iskandar (editing: Subyantoro Tri Pradopo; uploading: st.pradopo@gmail.com)



Description: G:\Images\IMG_20131107_113035.jpgAwal bulan November 2013, Kota Pontianak dikejutkan oleh berita tentang orangutan yang dimakan dagingnya oleh warga. Berita yang dimuat di media cetak dan elektronik, baik lokal maupun nasional memberitakan satwa terancam punah ini dimasak rica-rica, kemudian dimakan oleh oknum warga Kelurahan Batulayang.

Balai KSDA Kalimantan Barat pun tidak tinggal diam. Kepala Balai  KSDA Kalimantan Barat Ir. Siti Chadidjah Kaniawati, MWC (Selasa, 5/11) segera memerintahkan tim untuk melakukan investigasi ke lokasi kejadian. Hasilnya, beberapa orang warga di Jl. Panca Bahkti menyimpan tengkorak kaki, tangan, dan tulang yang disinyalir adalah bagian tubuh orangutan. Tak hanya itu, tim juga menemukan bagian daging dan hati yang telah dimasak rica-rica dan sop kemudian dijadikan lauk untuk santapan makan.

Tim Penyidik SPORC Balai KSDA Kalimantan Barat bersama dengan Tim dari Polda Kalbar dan Polsek Pontianak Utara melakukan pemeriksaan tempat disimpannya bagian tubuh orangutan tersebut (Rabu, 6/11). Dari pemeriksaan  di rumah warga berinisial HP,    ditemukan  tengkorak, bagian tangan kiri, paha bagian atas dan 1 buah golok yang dipakai untuk memotong. Pemeriksaan  di rumah warga berinisial IM, tim mendapati potongan lidah, tulang lengan, kaki kiri dan tulang belikat, sementara daging dan hati telah dimasak terdapat di dalam wajan. Selain keduanya, tim penyidik SPORC menginvestasi dua warga lain berdasarkan informasi HP dan IM, namun kedua oknum warga yang juga disinyalir sebagai pemburu tidak berada di tempat.

***

Para pelaku beserta barang bukti dibawa ke kantor Balai KSDA Kalimantan Barat untuk dilakukan pemeriksaan secara intensif. Tindakan penegakan hukum perlu dilakukan untuk memberi efek jera sehingga tidak lagi terulang.

Berdasarkan bukti permulaan yang cukup tersangka HP dipersangkakan melanggar Pasal 21 ayat (2) huruf a dan atau huruf d Jo Pasal 40 ayat (2)  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990. Setiap orang dilarang  menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup dan atau memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian  lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia

Tersangka IM dipersangkakan melanggar pasal Pasal 21 ayat (2) huruf d Jo Pasal 40 ayat (2) dan atau ayat (4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Setiap orang dilarang  menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia.  Ancaman pidana yang dikenakan adalah penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak 100 Juta Rupiah.

***

Orangutan tersebut ditemukan warga di hutan bukit rel di ujung jalan Panca Bahkti Kelurahan Batulayang. Tersangka HP menyatakan bahwa orangutan tersebut ditemukan di lokasi pada lahan semak belukar/bawas, masih dalam keadaan hidup dan kondisi tidak sehat. Lalu, HP bersama dengan temannya dengan inisial JD menyembelih dan memotong motong orangutan tersebut untuk dimasak dan dimakan. Saat ini penyidik SPORC sedang membawa Saudara JD untuk dimintai keterangan di Kantor Balai KSDA Kalimantan Barat.
  
  Terhadap sangkaan perburuan orangutan oleh IM, penyidik melakukan pemeriksaan senapan angin. Hasil pemeriksaan LM, tidak terjadi penembakan orangutan dengan senapan angin. Fakta tersebut sesuai dengan keterangan HP yang menyatakan bahwa LM datang kerumahnya dan memberitahukan ada orangutan dilokasi hutan bukit rel di ujung jalan Panca Bakti.

Sunday, January 12, 2014

Pengamanan Kawasan dengan Kearifan Lokal



Saat ini telah dibangun 1 ( satu ) buah tugu dan tempayan adat yang terletak di tepi batas kawasan Cagar Alam Raya Pasi tepatnya di tepi sungai Eria kelurahan Nyarumkop, kec. Singkawang Timur, Kota Singkawang. Pembangunan tugu tempayan tersebut melalui prosesi adat Dayak Salako Binuo Garantukng Sakawokng. Dihadiri oleh Ketua-ketua Adat, Pemuka Masyarakat, Kepala Desa/Kelurahan, Kapalo Binuo Garantukng Sakawokng dan Seksi Konservasi Wilayah III Singkawang. Prosesi - adat tersebut menandakan bahwa sebuah wilayah menjadi sakral  karena adanya hukum adat yang mengikat. Budaya masyarakat adat dayak salako yang sangat peduli dan berkomitmen untuk menjaga, melindungi serta melestarikan Cagar Alam Raya Pasi menjadikan  kawasan konservasi yang secara hukum formal dilindungi oleh Negara juga dilindungi oleh masyarakat adat dengan hukum adatnya.
Dalam buku Panduan Adat Dayak Salako terdapat beberapa penerapan sanksi/hukuman kepada siapa saja yang melakukan tindakan pelanggaran di Cagar Alam Raya Pasi. Adapun jenis Pelanggaran Dan Hukum Adat berdasarkan buku panduan adat tersebut antara lain sebagai berikut :
Pada Pasal 21 B
Melakukan pencurian kekayaan alam termasuk di dalam Kawasan Konservasi/Kawasan Lindung untuk memperkaya diri sendiri, misalnya menebang kayu, walaupun kayu tersebut adalah peninggalan orang tua seperti : durian, kenari, rambutan, dll. Diberi hukuman sebesar “Tujuh Tangoh Tahi Nyanat” disebut juga “Kelancangan Ka'Pintu Rajo”.
Apabila si pelaku adalah pejabat, ketua adat, tokoh masyarakat hukuman dapat menjadi 2 (dua) kali lipat disebut “Melanggar Pintu Rajo” karena memberikan contoh yang tidak baik kepada masyarakat, seluruh barang curian harus dikembalikan, termasuk didalamnya penggalian tambang dan membuang limbah sembarangan.
Pada Bagian 9, pasal 26
suatu perbuatan yang menimbulkan bahaya bagi orang banyak demi kepentingan pribadi atau kelompok misalnya menuba / meracuni ikan disungai, danau yang aliran dibawahnya digunakan untuk keperluan hidup, dihukum “Enam Tangoh Tahi Nyanat” atau dapat diganti dengan “Padi Sekoyan/ 400 kg”.
Bahkan diancam hukuman seberat-beratnya apabila pengaruh racun / tuba sampai menyebabkan kematian, dapat dihukum sebesar “Dua Puluh Empat Tahi Nyanat”.
Pada Pasal 69
Perbuatan meladangi atau membakar kampung, di kawasan Konservasi/Kawasan Lindung diancam dengan hukuman “Enam Tangoh Tahi”, disebut dengan istilah “Kanyayo Kapalayo Pa' Ansar”
Penguatan Hukum Adat tersebut merupakan salah satu upaya pengamanan kawasan konservasi yang berkolaborasi dengan kearifan lokal masyarakat. Berprinsip pada kaidah koordinasi dan kerjasama bersama ketua-ketua adat, Penguasa adat (Kapalo Binuo Garantukng Sakawokng) dayak salako. Pembuatan Tugu dan tempayan menjadi sebuah bangunan monumental untuk memotivasi masyarakat adat bahwa pelaksanaan kegiatan Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya merupakan tanggung jawab dan kewajiban bersama baik pemerintah maupun masyarakat.