oleh : Niken Wuri Handayani, S.Si., M.Si.
Berita menghebohkan muncul dan menjadi pembicaraan para
ilmuwan di Indonesia Bayangkan saja, pesut yang selama ini menjadi maskot
provinsi Kalimantan Timur dan dikatakan
di Indonesia hanya ada di Sungai Mahakam, ternyata ditemukan juga di Kabupaten
Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat.
Penemuan Pesut di Kubu Raya
Keberadaan pesut di Kabupaten Kubu Raya, sebelumnya belum
pernah diketahui. Meskipun masyarakat
setempat sering kali menjumpai spesies ini, tapi mereka tidak tahu kalau
spesies tersebut merupakan pesut. “Lumba-lumba
idong pesek”, demikian mereka menyebutnya.
Menurut Musjuding (42) salah seorang warga Dusun Terumbuk, Desa Nipah
Panjang, Kecamatan Batu Ampar, Kubu Raya, (dikutip dari kalbar-online.com),
masyarakat sering menemukan mamalia tersebut muncul dalam jumlah lebih dari
satu ketika saat air dalam keadaan konda atau waktu di antara pasang dan surut.
Selain itu, kondisi air juga dalam keadaan tenang dengan permukaan cukup
tinggi.
Masyarakat sering menemukan mamalia ini di sekitar perairan
bakau Padang Tikar, Teluk Nuri, kanal-kanal bakau Selat Sih, perairan pesisir
pantai, hingga perairan payau, selat-selat sempit hutan bakau dan nipah di
perairan Batu Ampar. Spesies ini sering
datang ke kawasan tersebut untuk
bermain, beristirahat, atau mencari makan.
Tim survei WWF Indonesia bekerjasama dengan Badan
Pengembangan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Pontianak berhasil mempelajari
dan mendokumentasikan keberadaan populasi pesut atau lumba-lumba air payau
Orcaella brevirostris di perairan Kubu Raya, Kalimantan Barat. Dan hasil yang didapat sangat mengejutkan,
dengan jarak survei keseluruhan 248 km, mencangkup 26 jam pengamatan selama 5
hari efektif, beberapa kelompok Irrawaddy dolphin yang muncul dipermukaan
berhasil dideteksi di perairan payau hutan bakau dan nipah serta di selat-selat
sempit Batu Ampar (WWF-Indonesia, 2011).
Deskripsi Pesut
Pesut atau lumba-lumba Irrawaddy (Irrawaddy dolphin), yang
memiliki nama ilmiah Orcaella brevirostris Gray 1866, memiliki habitat di Muara
bakau, delta, teluk, daerah pesisir dan daerah aliran sungai. Seluruh tubuh dari pesut berwarna kelabu hingga
biru tua, dan bagian bawahnya berwarna lebih pucat. Tubuh pesut tidak memiliki pola yang khas.
Sirip punggungnya kecil dan membulat di tengah
punggung. Pesut tidak bermoncong,
dahinya tinggi dan membulat.
Status Perlindungan
Pesut (Orcaella brevirostris) merupakan satwa yang
dilindungi Undang-Undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 tentang
Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Ada dua species pesut di dunia yaitu Orcaella brevirostris
dan Orcaella heinsohni (Snubfin dolphin), untuk perairan-perairan di Indonesia
umumnya dihuni oleh Populasi Orcaella brevirostris. Diperkirakan populasi tertinggi pesut
terdapat di perairan hutan bakau Sundabarn, Bangladesh dan India dengan
populasi sekitar 6000 ekor. Adapun populasi lainnya terdapat di Sungai Mekong
Kambodia yaitu sekitar +/- 70 ekor, kemudian di Sungai Ayeyawardi di Myanmar
dan Sungai Mahakam Kalimantan Timur. Ketiga lokasi ini dikategorikan dalam
daftar merah IUCN memiliki populasi paling kritis (Critically Endangered),
sedangkan lainnya dikategorikan sebagai rentan (Vulnerable).
Pada tahun 2004, Konvensi Perdagangan Internasional untuk
Spesies Langka Flora dan Fauna Liar (Convention on International Trade in Endangered
Species of Wild Fauna and Flora / CITES) mengubah status perlindungan
lumba-lumba Irrawaddy dari Appendix II menjadiappendix I yang melarang semua
perdagangan komersial pada spesies yang terancam punah.
Lumba-lumba Irrawaddy terdaftar juga di Appendix I dan
Appendix II Konvensi tentang Konservasi
Spesies Hewan Hidup yang Bermigrasi (Conservation of Migratory Species of Wild
Animals /CMS). Seperti yang tercantum pada Appendix I, spesies ini telah
dikategorikan terancam punah. Spesies ini juga dilindungi dalam Nota
Kesepahaman untuk Konservasi Cetacea dan Habitatnya di wilayah Kepulauan
Pasifik (Pasific Cetaceans MoU).
Pentingnya Konservasi
Pesut
Pesut sangat menyukai ikan, udang-udangan, dan cumi-cumi, sehingga hal tersebut dapat menyebabkan konflik dengan manusia dalam mendapatkan makan untuk bertahan hidup.
Kondisi saat ini
belum terdapat konflik antara manusia dan pesut di wilayah Muara Padang Tikar, Selat Sih, dan Teluk
Nuri. Nelayan di daerah tersebut tidak
memburu pesut. Hanya saja karena mayoritas penduduk setempat bermata
pencaharian sebagai nelayan, dan menggantungkan hidupnya dari sumber daya laut,
seperti ikan, udang-udangan, cumi-cumi, serta hasil dari hutan bakau, maka
sangat berpotensi terjadi konflik dengan pesut dalam mendapatkan sumber daya
laut tersebut. Selain itu, keberadaaan pesut sangat tergantung pada kondisi
perairan yang sehat.
Perairan Padang Tikar, Teluk Nuri, delta, dan perairan sekitar hutan bakau dan nypah di Batu Ampar tidak memiliki status kawasan lindung, dengan pengecualian status perlindungan untuk hutan bakau di Batu Ampar sebagai cagar Biosfer yang dapat dikelola dalam mekanisme Unit Pengelolaan Hutan (UPH) (Prasetiamartati dkk., 2008). Sehingga sangat penting dilakukan upaya konservasi untuk melindungi pesut tersebut.
"Appendix I and Appendix II" of the Convention on the Conservation of Migratory Species of Wild Animals (CMS). As amended by the Conference of the Parties in 1985, 1988, 1991, 1994, 1997.
CITES (2004-10-14). "CITES takes action to promote sustainable wildlife". Press Release (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora). Retrieved 2008-12-29. 1999, 2002, 2005 and 2008. Effective: 5th March 2009.
http://www.profauna.org/suarasatwa/id/2008/01/mengenal_jenis_lumnba-lumba_indonesia.html.
The IUCN Red List of Threatened Species. 2011.2
Kreb, D. 2002. Density and abundance of
Irrawaddy dolphin, Orcaella brevirostris, in the Mahakam river of East
Kalimantan, Indonesia: a comparison of survey techniques. The Raffles Bulletin
of Zoology Supplement 10: 85-95
Kreb, D. 2004. Abundance of freshwater Irrawaddy
dolphins in the Mahakam River in East Kalimantan, Indonesia, based on
mark-recapture analysis of photo-identified individuals. J .CETACEAN RES.
MANAGE 6(3): 269 – 277.
Prasetiamartati, B., Tai, H.S., Santoso, N.,
Mustikasari, R. and Syah, C. 2008. Mangrove forest and charcoal production:
case of Batu Ampar, West Kalimantan. Paper Submitted for IASC 2008 Global
Conference.
No comments:
Post a Comment